Archive for 2017
Mohon maaf kalau misalnya Pantunnya kurang bagus :v hehehe, saya juga masih belajar :v jadi maklumkan yaa hehehe :)
1.
1.
Pergi ke pasar naik angkot
Supirnya ngetem sambil makan nasi kotak
Aku jatuh ke dalam got
Bukannya dibantu malah terbahak
2.
Minum es teh sambil makan
Es tehnya diaduk pake goyang bolo bolo
Aku lagi makan sendirian
Temen lewat eh dikatain jomblo
3.
Makan jeruk makan pepaya
Makan es krim rasa salak
Jangan terlalu mengharap cinta
Cinta tak datang dukunpun bertindak
Pantun Kids Jaman Now :v
Nama :
Muhammad Adi Kurnia (13117831)
Kelas :
1KA09
Mata Pelajaran : Sosial Dasar
Sejarah Alat Musik Angklung Jawa Barat
Berada
di dalam suatu band dan memainkan salah satu alat musik adalah impian
kebanyakan orang muda. Apalagi di era milenial seperti ini, begitu mudah untuk
seseorang menjadi dikenal oleh banyak orang, apalagi jika orang tersebut
memiliki keahlian di bidang seni. Siapa yang tidak menyukai musik yang bagus?
Posisi angklung sebagai alat musik mulai tersisihkan dengan adanya alat musik
yang modern. Padahal angklung merupakan salah satu warisan bangsa yang harus
dijaga dan dilestarikan oleh bangsa Indonesia sendiri. Untuk meningkatkan kecintaan
anak bangsa dengan alat musik angklung pemerintah menjadikan angklung sebagai
salah satu mata pelajaran di beberapa sekolah di Jawa Barat. Bukan hanya itu,
pemerintah bahkan menggunakan gambar alat musik angklung di uang logam 1.000
rupiah agar anak muda zaman sekarang mengetahui bahwa bangsa Indonesia
memiliki alat musik yang dapat dibanggakan.
Sejarah Alat Musik
Angklung
Sejarah
angklung sangatlah penting untuk dipelajari karena dengan mengetahui sejarah
dibalik terciptanya angklung sebagai alat musik, bisa menambah rasa kagum dan
bangga akan warisan budaya Indonesia yang satu ini. Yuk simak bagaimana awal
mula tercipta angklung sampai dengan perkembangannya saat ini.
Pengertian Angklung
Angklung
merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan
merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang
bagian penting dari aktivitas upacara tertentu, khususnya pada musim panen.
Suara angklung dipercaya akan mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang
akan membawa kesuburan terhadap tanaman padi para petani dan akan memberikan
kebahagian serta kesejahteraan bagi umat manusia.
Angklung juga
diartikan sebagai alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional
berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian
barat. Alat musik ini dibuat daribambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan
(bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi
yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik
besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik
tradisi Sunda kebanyakan
adalah salendro dan pelog.
Angklung terdaftar
sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dariUNESCO sejak November 2010.
Tidak ada petunjuk sejak
kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan
dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan
modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam
kebudayaan Nusantara.
Catatan
mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad
ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber
kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos
kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohacisebagai lambang Dewi Padi pemberi
kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa
masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali
penanaman padi. Permainan
angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup
sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi.
Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun
ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis
bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi
wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi
tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran
kecil hingga besar.
Dikenal
oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda,
di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung
sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan,
itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat
melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat
popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu
itu.
Selanjutnya
lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut
disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu
yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang
kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan
seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung
yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan
yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi
iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya.
Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan
dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu
permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan,
sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh
angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog,
salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada
banyak orang dari berbagai komunitas.
Perkembangan
Alat Musik Angklung
Angklung
adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka
(berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan
angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung,
bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik
dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari
bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul. Permainan
bambu tersebut bermula untuk menghormati binatang totem dan untuk menghormati
dan menghargai pemberian hasil panen padi yang banyak dan baik dari Dewi
Sri yang dipercaya sebagai dewi yang memberikan kesejahteraan.
Sejak kapan angklung muncul dan berkembang, merupakan pertanyaan yang saya
tidak dapat menjawabnya dengan pasti. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum
berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat musik
yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De Gamelan to Jogjakarta,
Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4).
Sebagai
alat musik pra Hindu, Angklung tidak digambarkan pada candi Borobudur dan
Prambanan, sebagaimana halnya alat musik bambu lainnya yang sudah
berkembang sebelum zaman zaman Hindu di Indonesia, misalnya alat musik bambu
berdawai.
Dalam
literature kuno pun saya tidak atau belum menemukannya, Kekawin Arjunawiwaha
yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya menyebut-nyebut Sundari (semacam
erofon yang di Jawa Barat dikenal dengan sebutan Sondari, di Bali Sundaren).
Calung yang dewasa ini terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, disebut-sebut
dalam Inskripsi Buwahan yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1181.
Guntang alat
musik bambu berdawai yang penyebarannya meliputi Asia Tenggara sampai
Madagaskar, dan sampai sekarang di Bali tetap disebut Guntang, terdapat
dalam Kekawin Kidung Sunda yang diperkirakan ditulis tidak lama setelah tahun
1357. Alat yang di Priangan disebut Pancurendang, di Jawa Tengah
disebut Bluntak, dan di Bali disebut Taluktak, disebut-sebut dalam
kekawin Bharata Yuda.Tongtong atau kentongan bambu disebut-sebut
dalam Sudhamala dengan Kulkul, dalam Samarandana disebut Titiran, dan
dalam Bharata Yudha disebut Kukulan. Baru dalam tulisa-tulisan kemudian
seperti dalam serat Cebolang, Angklung disebut-sebut, yaitu waktu melukiskan
saat Mas Cebolang mempertunjuknan keahliannya menyanyi dan bermain musik
didepan Bepati Dhaha Kediri Dalam perkembangannya musik angklung perlahan mulai
berubah dan beradaptasi dengan perkembangan jamannya. Mulai dari jaman dimana
manusia memanfaatkan bambu sebagai alat utama mereka untuk bertahan hidup,
masuknya budaya China, penyiaran agama Islam, masuknya budaya barat ke
Indonesia, sampai pada jaman modern ini.
Pada
masa modern ini, perkembangan musik angklung mulai berubah. Itu berawal dari
Daeng Sutisna yang berhasil mengubah tangga
nada petatonis menjadi diatonis
(do,re,mi,fa,sol,la,si,do) pada tahun 1983. Dan perkembangan itu pun terjadi,
misalnya pada KTT Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. Musik Angklung modern
dimainkan untuk acara resmi dalam Indonesia Ultimate Diversity tersebut, yaitu
dalam lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu daerah yang terkenal
seperti Rasa Sayange, Ayo Mama, Burung Kakak Tua dan Potong Bebek Angsa .
Jenis-Jenis
Angklung
Alat
musik angklung yang berkembang menghasilkan beberapa jenis angklung baru yang
membuat alat musik angklung semakin beragam. Berikut ini adalah jenis-jenis
alat musik angklung:
1. Angklung Kanekes
Angklung
Kanekes berasal dari Baduy. Permainan angklung kanekes sering ditampilkan pada
saat upacara menanam padi. Karena adanya ritual tertentu saat pembuatan
angklung Kanekes, maka yang dapat membuat angklung Kanekes hanyalah orang dari
suku Baduy Dalam saja.
2. Angklung Reog
Angklung
yang memiliki ciri khas suara yang keras ini dimainkan untuk mengiringi tarian
Reog Ponorogo, sebuah tarian khas Jawa Timur.
3. Angklung
Banyuwangi
Nada Angklung yang disebut Caruk di Bayuwangi ini
menghasilkan nada-nada khas kebudayaan Banyuwangi.
4. Angklung Bali
Sedangkan di Bali, angklungnya merupai calung
dan diberi nama Rindik.
5. Angklung Dogdog
Lojor
Angklung
ini diberi nama Dogdog Lojor karena merupakan salah stau alat musik yang
dimainkan dalam kesenian Dogdog Lojor. Dogodog Lojor sendiri merupakan sebuah
kesenian yang dilakukan oleh masyarakat Banten Kidul untuk menghormati padi.
6. Angklung Gubrag
Angklung Gubrag berasal dari Bogor, dimainkan
untuk mengiringi acara panen padi. Menurut sejarah angklung, angklung
ini termasuk angklung yang sudah tua.
7. Angklung Badeng
Angklung ini berasal dari daerah Garut. Dulu
biasa digunakan untuk mengiringi dakwah Islam.
8. Angklung Buncis
Angklung Buncis biasa digunakan untuk kesenian
hiburan, berkembang di daerah Baros, kabupaten Bandung.
9. Angklung Badud
Angklung Badud digunakan untuk mengarak
pengantin sunat, berasal dari daerah Tasikmalaya.
10. Angklung Bungko
Angklung Bungko digunakan untuk mengiri tarian
Bungko, tarian yang menggambarkan kemenangan atas peperangan berasal dari
Cirebon.
11. Angklung Padaeng
Jika angklung pada umumnya memainkan nada
pentatonik, angklung Padaeng ini mampu memainkan nada diatonik. Angklung ini
dikenalkan oleh Daeng Soetigna. Angklung Padaeng yang memakai nada bulat saja
disebut angklung Sarinande.
12. Angklung Toel
Angklung ini diciptakan oleh Yayan Udjo.
Angklung ini bisa dimainkan oleh satu pemain saja.
13. Angklung Sir
Murni
Angklung
ini digagas oleh Eko Mursito Budi untuk robot angklung.
Angklung
Di Mata Dunia
Pada
2008 terdapat 11.000 pemain angklung di Jakarta dan 5.000 pemain angklung di
Washington DC dan memecahkan rekor terbaru saat itu. Sejak November 2010,
UNESCO sudah mencatat angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan
Nonbendawi Manusia. Pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) April 2015 sebanyak
20.704 orang berkumpul bersama-sama di Stadiun Siliwangi Bandung untuk
memainkan lagu “I Will Survive” dan “We Are The World” dengan menggunakan alat
musik angklung. 4.117 di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus. Sejarah
angklung telah berubah dari yang tadinya hanya diperdengarkan di daerah Sunda
sekarang seluruh dunia sudah mengenal musik angklung.
Sumber :