Monday, 27 November 2017

Nama               : Muhammad Adi Kurnia (13117831)
Kelas               : 1KA09
Mata Pelajaran : Sosial Dasar


Sejarah Alat Musik Angklung Jawa Barat


Berada di dalam suatu band dan memainkan salah satu alat musik adalah impian kebanyakan orang muda. Apalagi di era milenial seperti ini, begitu mudah untuk seseorang menjadi dikenal oleh banyak orang, apalagi jika orang tersebut memiliki keahlian di bidang seni. Siapa yang tidak menyukai musik yang bagus? Posisi angklung sebagai alat musik mulai tersisihkan dengan adanya alat musik yang modern. Padahal angklung merupakan salah satu warisan bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan oleh bangsa Indonesia sendiri. Untuk meningkatkan kecintaan anak bangsa dengan alat musik angklung pemerintah menjadikan angklung sebagai salah satu mata pelajaran di beberapa sekolah di Jawa Barat. Bukan hanya itu, pemerintah bahkan menggunakan gambar alat musik angklung di uang logam 1.000 rupiah  agar anak muda zaman sekarang mengetahui bahwa bangsa Indonesia memiliki alat musik yang dapat dibanggakan.

Sejarah Alat Musik Angklung

Sejarah angklung sangatlah penting untuk dipelajari karena dengan mengetahui sejarah dibalik terciptanya angklung sebagai alat musik, bisa menambah rasa kagum dan bangga akan warisan budaya Indonesia yang satu ini. Yuk simak bagaimana awal mula tercipta angklung sampai dengan perkembangannya saat ini.

Pengertian Angklung

Angklung merupakan sebuah alat musik tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan merupakan alat musik asli Jawa Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang bagian penting dari aktivitas upacara tertentu, khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan terhadap tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta kesejahteraan bagi umat manusia.

Angklung juga diartikan sebagai  alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat daribambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dariUNESCO sejak November 2010.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohacisebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di JasingaBogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.


Perkembangan Alat Musik Angklung



Angklung adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka (berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung, bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul. Permainan bambu tersebut bermula untuk menghormati binatang totem dan untuk menghormati dan menghargai pemberian hasil panen padi yang banyak dan baik dari Dewi Sri yang dipercaya sebagai dewi yang memberikan kesejahteraan.

Sejak kapan angklung muncul dan berkembang, merupakan pertanyaan yang saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4).
Sebagai alat musik pra Hindu, Angklung tidak digambarkan pada candi Borobudur dan Prambanan, sebagaimana halnya alat musik bambu lainnya yang sudah  berkembang sebelum zaman zaman Hindu di Indonesia, misalnya alat musik bambu berdawai.
Dalam literature kuno pun saya tidak atau belum menemukannya, Kekawin Arjunawiwaha yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya menyebut-nyebut Sundari (semacam erofon yang di Jawa Barat dikenal dengan sebutan Sondari, di Bali Sundaren). Calung yang dewasa ini terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, disebut-sebut dalam Inskripsi Buwahan yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1181.

Guntang alat musik bambu berdawai yang penyebarannya meliputi Asia Tenggara sampai Madagaskar, dan sampai sekarang di Bali tetap disebut Guntang, terdapat dalam Kekawin Kidung Sunda yang diperkirakan ditulis tidak lama setelah tahun 1357. Alat yang di Priangan disebut Pancurendang, di Jawa Tengah disebut Bluntak, dan di Bali disebut Taluktak, disebut-sebut dalam kekawin Bharata Yuda.Tongtong atau kentongan bambu disebut-sebut dalam Sudhamala dengan Kulkul, dalam Samarandana disebut Titiran, dan dalam Bharata Yudha disebut Kukulan. Baru dalam tulisa-tulisan kemudian seperti dalam serat Cebolang, Angklung disebut-sebut, yaitu waktu melukiskan saat Mas Cebolang mempertunjuknan keahliannya menyanyi dan bermain musik didepan Bepati Dhaha Kediri Dalam perkembangannya musik angklung perlahan mulai berubah dan beradaptasi dengan perkembangan jamannya. Mulai dari jaman dimana manusia memanfaatkan bambu sebagai alat utama mereka untuk bertahan hidup, masuknya budaya China, penyiaran agama Islam, masuknya budaya barat ke Indonesia, sampai pada jaman modern ini.

            Pada masa modern ini, perkembangan musik angklung mulai berubah. Itu berawal dari Daeng Sutisna yang berhasil mengubah tangga nada petatonis menjadi diatonis (do,re,mi,fa,sol,la,si,do) pada tahun 1983. Dan perkembangan itu pun terjadi, misalnya pada KTT Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. Musik Angklung modern dimainkan untuk acara resmi dalam Indonesia Ultimate Diversity tersebut, yaitu dalam lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu daerah yang terkenal seperti Rasa Sayange, Ayo Mama, Burung Kakak Tua dan Potong Bebek Angsa .
Jenis-Jenis Angklung
Alat musik angklung yang berkembang menghasilkan beberapa jenis angklung baru yang membuat alat musik angklung semakin beragam. Berikut ini adalah jenis-jenis alat musik angklung:
1. Angklung Kanekes

Angklung Kanekes berasal dari Baduy. Permainan angklung kanekes sering ditampilkan pada saat upacara menanam padi. Karena adanya ritual tertentu saat pembuatan angklung Kanekes, maka yang dapat membuat angklung Kanekes hanyalah orang dari suku Baduy Dalam saja.
2. Angklung Reog

Angklung yang memiliki ciri khas suara yang keras ini dimainkan untuk mengiringi tarian Reog Ponorogo, sebuah tarian khas Jawa Timur.
3. Angklung Banyuwangi
 Nada Angklung yang disebut Caruk di Bayuwangi ini menghasilkan nada-nada khas kebudayaan Banyuwangi.
4. Angklung Bali
 Sedangkan di Bali, angklungnya merupai calung dan diberi nama Rindik.
5. Angklung Dogdog Lojor
Angklung ini diberi nama Dogdog Lojor karena merupakan salah stau alat musik yang dimainkan dalam kesenian Dogdog Lojor. Dogodog Lojor sendiri merupakan sebuah kesenian yang dilakukan oleh masyarakat Banten Kidul untuk menghormati padi.
6. Angklung Gubrag
 Angklung Gubrag berasal dari Bogor, dimainkan untuk mengiringi acara panen padi. Menurut sejarah angklung, angklung ini termasuk angklung yang sudah tua.
7. Angklung Badeng
 Angklung ini berasal dari daerah Garut. Dulu biasa digunakan untuk mengiringi dakwah Islam.
8. Angklung Buncis
 Angklung Buncis biasa digunakan untuk kesenian hiburan, berkembang di daerah Baros, kabupaten Bandung.
9. Angklung Badud
 Angklung Badud digunakan untuk mengarak pengantin sunat, berasal dari daerah Tasikmalaya.
10. Angklung Bungko
 Angklung Bungko digunakan untuk mengiri tarian Bungko, tarian yang menggambarkan kemenangan atas peperangan berasal dari Cirebon.
11. Angklung Padaeng
 Jika angklung pada umumnya memainkan nada pentatonik, angklung Padaeng ini mampu memainkan nada diatonik. Angklung ini dikenalkan oleh Daeng Soetigna. Angklung Padaeng yang memakai nada bulat saja disebut angklung Sarinande.
12. Angklung Toel
 Angklung ini diciptakan oleh Yayan Udjo. Angklung ini bisa dimainkan oleh satu pemain saja.
13. Angklung Sir Murni
Angklung ini digagas oleh Eko Mursito Budi untuk robot angklung.

Angklung Di Mata Dunia
Pada 2008 terdapat 11.000 pemain angklung di Jakarta dan 5.000 pemain angklung di Washington DC dan memecahkan rekor terbaru saat itu. Sejak November 2010, UNESCO sudah mencatat angklung sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) April 2015 sebanyak 20.704 orang berkumpul bersama-sama di Stadiun Siliwangi Bandung untuk memainkan lagu “I Will Survive” dan “We Are The World” dengan menggunakan alat musik angklung. 4.117 di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus. Sejarah angklung telah berubah dari yang tadinya hanya diperdengarkan di daerah Sunda sekarang seluruh dunia sudah mengenal musik angklung.


Sumber :

Leave a Reply

www.gunadarma.ac.id

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © WELCOME TO MY BLOG! - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -